BELAJAR DARI PERJALANAN (Candi Ijo Yogyakarta)
22:37BELAJAR DARI PERJALANAN
(Candi Ijo
Yogyakarta)
foto by yuktrip.com
Jogja identik dengan Malioboro,
Kraton, Gudek, Angkringan, Kopi Jos. Penamaan yang lekat dengan jogja ini
adalah ekspresi dari yang sebenarnya belum cukup digambarkan. Bumi Mataram yang
memiliki luas 3.185,80 km2 tentu masih memiliki banyak rahasia yang terseimpan
dari keindahan alamnya.
Bagi kami Jogja adalah Bahasa Rindu. Oleh karena itu,
angkat ransel adalah cara kami menikmatinya. Waktu yang tak begitu banyak dan
sedikit luang ini kami sempatkan untuk berangkat menikmati Jogja. kali ini aku
tidak sendiri, aku ajak Fairiyadi, Habibi dan Syairfur bersama teman-teman
lainnya ke sebuah tempat di dataran tinggi Yogyakarta yang memiliki peninggalan
bersejarah. Candi Ijo adalah tujuan kami kali ini.
Candi Ijo terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi ini berada lereng
barat sebuah bukit yang masih merupakan bagian perbukitan Batur Agung,
kira-kira sekitar 4 kilometer arah tenggara Candi Ratu Boko. Posisinya berada
pada lereng bukit dengan ketinggian rata-rata 425 meter di atas permukaan
laut[2]. Candi ini dinamakan "Ijo" karena berada di atas bukit yang
disebut Gumuk Ijo. Kompleks percandian membuka ke arah barat dengan panorama
indah, berupa persawahan dan bentang alam, seperti Bandara Adisucipto dan
pantai Parangtritis.
Dataran tempat kompleks utama candi memiliki luas sekitar
0,8 hektare, namun kuat dugaan bahwa kompleks percandian Ijo jauh lebih luas,
dan menjorok ke barat dan utara. Dugaan itu didasarkan pada kenyataan bahwa
ketika lereng bukit Candi Ijo di sebelah timur dan sebelah utara ditambang oleh
penduduk, banyak ditemukan artefak yang mempunyai kaitan dengan candi.
Perjalanan menjadi lebih seru dan rame bukan hanya karena
banyak teman, awan yang sudah mulai menggelap dihadapan manjadi cobaan
perjalanan disaat persediaan mantel yang tak terbawa.
Perjalanan adalah sebuah pelajaran dimana semua harus
dipersiapkan dan dihadapi. tekat adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan
bahwa perjalanan harus diselesaikan bagaimanapun akhirnya.
Perjalanan ini sedikit meleset dari prediksi. Cuaca yang
terang semakin menggelap serasa rem yang memaksa kami berhenti sejenak disebuah
warung pinggir jalan, kami menikmati nasi ala angkringan, gorengan dan segelas
teh hangat. saat itu juga kenginan mulai dipertanyakam antara lanjut dan
kembali di tengah perjalanan.
foto by spadepicnic |
Kompleks percandian utama
terletak di bagian timur menempati teras tertinggi. Di bagian ini ada candi
induk (satu telah dipugar), candi pengapit, dan candi perwara. Candi induk yang
sudah selesai dipugar menghadap ke barat. Di hadapannya berjajar tiga candi
yang lebih yang lebih kecil ukurannya yang diduga dibangun untuk memuja
Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Ketiga candi perwara ini menghadap ke arah
candi utama, yaitu menghadap ke timur. Ketiga candi kecil ini memiliki ruangan
di dalamnya dan terdapat jendela kerawangan berbentuk belah ketupat di
dindingnya. Atap candi perwara ini terdiri atas tiga tingkatan yang dimahkotai
barisan ratna. Candi perwara yang berada di tengah melindungi arca lembu
Nandini, kendaraan Dewa Syiwa.
Bagi penikmat jalanan seperti kami perjalanan punya bumbu
yang harus dinikati. dorong motor habis bensin, kehujanan adalah sebagian cara
bagaimana perjalanan itu bisa bermakna. Perjalanan sekitar 1 jam kearah timur
dari pusat kota jogja melewati jalan arteri yang ramai hingga masuk jalan desa
dengan landscape bukit hijau hamparan sawah adalah bonus dari sebuah perjalanan
bagi orang seperti kami yang saban hari hidup di kebisingan kota. tapi
perjalanan tidak akan sia-sia karena perjalanan ada adalah belajar. Ini adalah
salah satu alasan mengapa kami beri judul Belajar dari perjalanan.
Pemandangan di sebelah selatan
candi adalah hamparan hijau dari landscape persawahan pepohonan hijau yang
terus dari arah timur hingga barat. Pada sore hari Candi Ijo adalah tempat yang
tepat untuk menikmati berkas sinar senja yang jingga. Saat menjelang malam,
saat sinar matahari mulai meredup, pemandandangan akan digantikan dengan sapaan
lampu-lampu kota. Landasan pacu Bandara Internasional Adisucipto memberikan
pantulan cahaya yang mencolok seperti sebuah jalan yang berhias lentera di sisi
sampingnya.
Kami juga tak bisa melewati
pemandangan itu dan sengaja mengambil gambar dengan pose teknik amatir (sok)
Fotografer. haha… Pada sisi barat candi, tepat di
tepi teras yang memisahkan bagian bawah dan bagian tengah candi, kegiatan
menikmati matahari merupakan tempat yang tepat. mengambil foto dan sesekali aku
melihat orang-orang mengeluarkan tongkat senjata mereka (red. tongsis) untuk
mengabadikan suasana.
Waktu semakin malam saatnya
pulang. Perjalanan pulang membawa banyak cerita dan kesan ketidak puasan.
karena kami belum puas dan munkin tidak akan puas. karena yang indah tak cukup
dinikmati sekali saja. hehehe. Siapkan ransel dalam perjalanan selanjutnya.
Narasi oleh Cakshoheb
IG : @cakshoheb
0 comments